Wednesday, October 5, 2011

KAJIAN MENGENAI AYAT 2-7 : SURAH AL-FATIHAH

TERUS KE LINK INI :


Isi kandungan

Unsur-unsur penting sebagai cerminan dan intisari kandungan Al Quran yang di tuturkan dalam Surah Al Fatihah, adalah sebagai berikut :

1. Masalah keimanan, tauhid dan ubudiyah.
Masalah keimanan, tauhid dan ubudiyah di sebutkan dalam ayat ke 2, ke 4, dan di sempurnakan pada ayat ke 5. Dalam ayat ke 2 di nyatakan keimanan kepada Allah SWT dengan menggunakan ungkapan : “ segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam “. Dengan tegas ayat ini menyatakan bahwa segala bentuk pujian dan sanjungan serta ucapan syukur atas semua bentuk ni`mat hanya milik Allah, sebab Allah pencipta dan sumber segala ni`mat yang terdapat di dunia ini. Di samping itu, hal tersebut juga di fahami dengan melihat alif lam ( ال ) yang terdapat dalam kalimat : “ al hamdu ( الحمد ) “ adalah alif lam lil istighra`.

Kemudian,diantara ni`mat-ni`mat Allah yang wajib di syukur dan di puji Sang Pemberinya, diantaranya adalah ni`mat menciptakan, ni`mat mendidik dan menumbuhkan. Kata “ Rabb “ dalam kalimat “ Rabbal `alamin “ tidak hanya berarti Tuhan yang menciptakan dan Penguasa alam semesta, akan tetapi juga mengandung arti tarbiyah, yaitu mendidik dan menumbuhkan. Dengan demikian, baik ni`mat menciptakan, mendidik dan menumbuhkan maupun ni`mat apa saja yang kita lihat dan kita rasakan semua bersumber dari Allah dan semata-mata kemurahan anugerah-Nya. Karena itu, semua ni`mat tersebut tidak boleh tidak wajib di syukuri. Penciptaan alam semesta, kemudian penjagaanya dan perlindungannya oleh Allah SWT sudah menjadi tanggungjawab manusia untuk memperhatikannya, agar semakin menambah keimanan dan keyakinan akan keagungan dan kemuliaan Allah. Karena masalah keimanan adalah masalah yang pokok, dimana Allah tidak hanya cukup di syukuri dan di sanjung atas anugerah dan ni`mat-ni`mat-Nya, akan tetapi juga di sembah. Oleh sebab itu, pokok keimanan yang di tuturkan dalam ayat ke 2 ini, di tegaskan dan di lengkapi dengan ayat ke 5, yakni “ ‘ iyyaka na`budu wa iyyaka nasta`iin ( hanya kepada-Mu kami menyembah dan menghambakan diri, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan ) “.

Pokok keimanan selanjutnya di sebutkan dalam ayat ke 4, yakni “ maa liki yaumiddin “ ( Yang menguasai hari pembalasan ). Ayat ini menuturkan tentang kewajiban mengimani adanya hari pembalasan atau hari kiamat, dimana Allah akan menguasai hari itu. Artinya Allah Yang berkuasa pada hari itu dan segala sesuatu tunduk kepada kebesarn-Nya seraya berharap rahmat dan kasih sayang-Nya serta cemas dan takut pada azab dan siksaan-Nya. Hal ini sekaligus berarti adanya janji untuk memberi pahala dan balasan kepada perbuatan baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk.

2. Masalah hukum.

Masalah hukum dalam surat Al Fatihah dapat kita perhatikan dalam ayat ke 6. Di sebutkan dalam ayat ini bahwa orang-orang beriman bermohon kepada Allah untuk menunjukkan jalan yang benar dan memohon hidayah kepada-Nya, yang mengantarkan kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Hidayah yang di kehendaki tentu saja yang akan bisa membimbing mereka menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat, baik berupa keyakinan dan iman yang kuat, akhlak dan terpuji, hukum-hukum dan pelajaran.

Syaikh Muhammad Ali Ash Shobuniy dalam kitab Tafsir Ayat Ahkam menuturkan bahwa makna ayat ke 6 dari Surat Al Fatihah ini adalah : “ Ya Allah tetapkanlah iman dalam hati kami, berikanlah kami pertolongan untuk senantiasa berbuat baik dab beramal sholeh dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang meniti jalan kebenaran Islam agar kami meraih kebahagiaan di Surga-Mu Jannatin Na`im.’’

3. Kisah-kisah umat terdahulu.

Kisah-kisah umat terdahulu dalam surat ini dapat kita pelajari dalam ayat ke 7. Ada dua bagian kisah yang berbeda, pertama menuturkan kisah-kisah orang-orang yang telah mendapatkan ni`mat dan kedua, kisah orang-orang yang mendapat laknat dan tersesat dari jalan kebenaran.

Orang-orang yang telah mendapatkan ni`mat ( اللذين أنعمت عليهم ) menurut Ibnu Abbas adalah para Nabi, para shiddiqiin, para syuhada` dan para sholihin. Pendapat ini kemudian di ikuti dan di amini para jumhur ulama. Mereka mendasarkannya pada ayat 69 dari Surat An Nisa :

وَمَنْ يُطِعِ ا للهَ وَالرَّسُوْلَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ أَنعَمْتَ عَلَيْهِم مِنَ النَّبِيّيْنَ وَ الصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيْقًا ( النّساء 69 ).
“ Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang di anugerahi ni`mat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid ( syuhada ) dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. ( QS. An Nisa 69 ).

Kemudian, orang-orang yang mendapat laknat atau murka ( المغضوب عليهم ) – masih menurut Ibnu Abbas – adalah Bangsa Yahudi. Ibnu Abbas memajukan dalil ayat 112 dari Surat Ali Imron dan ayat 60 dari Surah Al Maidah .

وَبَاءُوْا بِغَضَبٍ مِّنَ اللهِ { الأية }
“ Dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah ( QS. Ali Imron 112 ).

مَنْ لَعَنَهُ اللهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيْرِ { الأية }

…” yaitu orang-orang yang di laknat dan dimurkai Allah, diantara mereka ada yang di jadikan kera dan babi. ( QS. Al Maidah 60 ).

Kemudian, mengenai orang-orang yang tersesat (الضّالّين ) Ibnu Abbas berpendapat, adalah orang-orang Nasroni, dengan dalil ayat 77 dari Surat Al Maidah.
قَدْ ضَّلُّوْا مِنْ قَبْلُ وَأَضَّلُّوْا كَثِيْرًا وَضَّلُّوْا عَنْ سَوَاءِ الْسَبِيْلِ{ الأية }

“ …orang-orang yang telah sesat dahulunya sebelum kedatangan Muhammad dan mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia dan mereka tersesat dari jalan yang lurus. ( QS. Al Maidah 77 ).

Sebagian ulama mufassirin ( ahli tafsir ) diantaranya Imam Al Fakhrurrozy memberikan pendapat yang berbeda dengan pendapat Ibnu Abbas. Menurut beliau yang di maksud dengan orang-orang yang di laknat Allah ( المغضوب عليهم ) adalah orang-orang Yahudi dan juga meliputi semua manusia yang berbuat ma`shiyat dan melakukan perbuatan buruk, yaitu orang-orang fasiq dan orang munafiq, sedang orang-orang yang tersesat (الضّالّين ) adalah orang-orang Nasroni dan meliputi juga semua orang yang tersesat dalam aqidah dan keimanannya, yaitu orang-orang kafir. Alasan beliau, lafadz المغضوب عليهم dan الضّالّين mengandung makna umum, tidak tertentu pada orang-orang Yahudi dan Nasroni. Tentu saja orang yang mengingkari eksistensi Allah dan berlaku musyrik tentu saja lebih buruk keadaannya jika di bandingkan orang-orang Yahudi dan Nasroni yang mempercayai keberadaan Allah.

Di samping itu, Imam Al Fakhrurozi masih memajukan argumentasi yang lain, dengam membuat perbandingan antara Surah Al Fatihah dengan Surah Al Baqoroh. Dalam Surah Al Baqoroh, Allah mengawalinya dengan menuturkan orang-orang yang beriman dan memberikan pujian kepada mereka dalam lima ayat awal surat ini, lalu secara berurutan, Allah menuturkan tentang orang-orang kafir dan di ikuti orang-orang munafiq. Jika di bandingkan dengan Surat Al Fatihah, akan kita dapatkan kesamaan. Dalam Surah Al Fatihah Allah juga menuturkan tentang orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang telah mendapat anugerah keni`matan ( الّذين أنعمت عليهم ), lalu di ikuti dengan penuturan tentang orang-orang kafir (المغضوب عليهم ) dan di tutup dengan penuturan tentang orang-orang kafir (الضّالّين ).

Akan tetapi, pendapat Imam Al Fakhrurrozy ini di bantah oleh Imam Al Luusy, menurut beliau penafsiran المغضوب عليهم (orang-orang yang di laknat Allah ) adalah orang-orang Yahudi dan الضّالّين ( orang-orang yang tersesat ) adalah orang-orang Nasroni, dan hal ini tidak bisa di bantah sebab penafsiran seperti ini berdasarkan penafsiran Rasulullah yang di tuturkan dalam haditsnya. Imam Abu Hayyan menambahkan, jika benar penafsiran seperti itu berasal dari Rasulullah, maka kita wajib mengikutinya. Imam Al Qurthubiy mengatakan bahwa penafsiran jumhur ulama seperti yang di tafsirkan oleh Ibnu Abbas dan Imam Al Luusiy adalah berdasarkan penafsiran Rasulullah dalam hadits `Adiy ibn Hatim dan kisah masuk islamnya.

Syaikh Muhammad Ali Ash Shobuni dalam kitab Tafsir Ayat Ahkam menyatakan dukungan atas pendapat Imam Al Fakhruroziy. Kata beliau : “ Penafsiran Iman Al Fakhrurozi tidak ada salahnya untuk di terima, sebab kedua lafadz tersebut memang mengandung makna umum. Jelasnya, المغضوب عليهم dan الضّالّين adalah orang-orang Yahudi, orang Nasroni dan meliputi semua manusia yang menyeleweng dari agama dan tersesat dari syariat yang lurus. Dengan demikian, orang-orang kafir dan orang-orang munafiq termasuk dalam lingkup penafsiran lafadz المغضوب عليهم dan الضّالّين .

No comments:

Post a Comment